Penyebab Mengapa Berbohong Dapat Menjadi Kebiasaan
Setiap orang pasti pernah berbohong. Berbohong dalam sekala besar ataupun kecil tetap tidak baik. Karena berbohong dapat menjadi kebiasaan buruk yang dilakukan tanpa disadari.
Ada sebuah pernyataan yang menyatakan “berbohong demi kebaikan itu adalah sah-sah saja”. Tetapi adapun tujuannya, bohong tetaplah bohong, dan tidak ada seorang pun yang suka dibohongi.
Ada beberapa tipe berbohong yang diungkapkan oleh Anggia Chrisanti Wiranto, konselor dan terapis EFT (emotional freedom technique) di biro psikologi Westaria.
Beberapa tipe berbohong :
1. Berbohong dengan mengatakan yang tidak sesungguhnya (menutupi semuanya),
2. Berbohong dengan mengatakan dengan tidak sepenuhnya (menutupi sebagian),
3. Berbohong dengan melakukan yang tidak seharusnya (melanggar komitmen),
4. Berbohong dengan melakukan yang tidak sepenuhnya (menjalankan komitmen tanpa keikhlasan)
5. Berbohong dengan melakukan yang tidak sepatutnya (melanggar norma dan hukum).
Tindakan nyata berbohong dalam lingkungan kerja dapat berupa berupa korupsi. Tidak hanya uang, tapi juga termasuk korupsi waktu. Seperti pulang kerja sebelum waktunya dan makan siang yang terlalu lama.
Sedangkan dalam hal hubungan, kebohongan bisa berupa perselingkuhan atau kebersamaan tanpa hati yang tulus.
Menurut Anggia, ada hal yang mendasari mengapa kebohongan besar diawali dari kebohongan kecil yang kemudian berbohong menjadi kebiasaan. Berawal dari manusia tahu persis akan aturan-aturan yang mengena pada dirinya, seperti aturan agama, hukum negara dan norma masyarakat. Minimal, tahu (ketiganya) itu. Lalu, manusia memiliki hati nurani. Maka pasti, setiap seseorang memulai kebohongan kecil, sebelum aturan agama, hukum, dan norma dilanggar, manusia sesungguhnya sudah melanggar hati nuraninya sendiri. Jadi, jika setiap orang dalam kehidupan ini senantiasa mengikuti kata hati nurani, tidak akan ada kebohongan yang berulang.
Lihatlah disekeliling kita. Kebiasaan berbohong ini justru datang dari orang-orang terdekat dengan dalih berbohong demi kebaikan. Saat anak mulai sekolah kita pun tanpa sadar mengajarkannya berbohong. Contohnya : “Nanti kalau guru tanya, ‘bilang saja’ hari ini terlambat karena macet, supaya kamu tidak kena marah. ‘Bilang saja’ semalam kamu tidak enak badan, makanya belum mengerjakan PR.
Terkadang, kebiasaan menggunakan kata atau kalimat yang ditutupi sepenuhnya atau sebagiannya dengan tujuan membungkus sebuah kenyataan atau kebenaran agar bisa diterima dengan baik, dengan kata lain berbohong, menjadi keharusan yang menjunjung kebaikan, bukan kebenaran. “Daripada menyakiti”.
Sedikit demi sedikit dan menjadi bukit, kebohongan kecil terjadi berulang-ulang karena adanya kelonggaran berubah menjadi kebohongan yang besar lalu berbohong menjadi kebiasaan.
“Satu kali berbohong, seseorang akan melakukan kebohongan lain untuk menutupinya. Hati nurani diabaikan, sehingga lama-kelamaan mati rasa dan tidak berfungsi,” tutup Anggia.
Artikel Terkait :
- Tips Melatih Anak Tak Lari Dari Tanggung Jawab
- Yang Harus Disiapkan Saat Akan Piknik Liburan
- Hal Untuk Menyadarkan Mantan Yang Belum Bisa Move On Dari Anda
- Ciri-Ciri Calon Suami Yang Berkualitas
- Beberapa Pertimbangan Balikan Dengan Mantan
- Yang Harus Anda Lakukan Saat Dikecewakan Sang Kekasih
- Tiga Ciri Pria Yang Wajib Anda Hindari Untuk Mendapatkan Hubungan Yang Bahagia
- Manfaat Pelukan Untuk Anak Yang Menangis
- Kesepian Membuat Seseorang Tidak Bahagia
- Cara Menghadapi Kekasih Yang Pernah Berselingkuh